Sabtu pagi, 15 Februari 2020, Fakultas Agama Islam menyelenggarakan program akademik rutin, Halaqah Sabtu Pagi (HSP).
Didaulat sebagai narasumber dalam program tersebut, Profesor Moncep Ben Abdeljelil dari Ecole Normale Superiure (ENS), Tunisia. Tema yang diangkat adalah tema yang hangat di percaturan wacana keagamaan modern, yakni "etika global Hans Kung."
Dalam program tersebut, Dr Moh. Nurhakim berkesempatan memberikan kuliah iftitah (pembukaan), sementara bertindak sebagai moderator adalah Agus Supriyadi, Lc, M.H.I.
Etika global ini digagas di tengah konteks globalisasi, maraknya konflik keagamaan dan etnis, diangkatnya isu pertarungan peradaban dan pasar dunia yang hegemonik.
Itu semua mengakibatkan ketidakstabilan, ketidakadilan, hilangnya kearifan lokal, merebaknya kemiskinan dan lenyapnya nilai-nilai moral.
Dalam rangka merespon itu semua, Hans Kung berpikir bahwa spirit keagamaan masih relevan. Karena itulah, ia mencoba menggali "nilai-nilai kemanusiaan yang dapat dipahami bersama." Sementara metode yang ia gunakan adalah hermeneutika keagamaan.
Berkaitan dengan ini semua, Hans Kung menandaskan, "Terjadi pembunuhan, kekerasan dan perampasan hak-hak asasi manusia atas nama agama." Karena itu, yang harus dibangun adalah dialog antaragama, antarnegara dan antarmanusia.
Pada 11-27 September 1893, pernah diinisiasi pertemuan dunia pertama etika global di Chicago, Amerika Serikat. Inisiasi itu, disebut "World Religion Parliament."
Hans Kung yang lahir di Swiss pada 1928, diangkat sebagai presiden the Foundation of the Global Ethics (Stiftung Weltethos). Saat ini ia berusia 93 tahun dan dikenal sebagai teolog yang paling kritis, karena mempertanyakan "kemaksuman" pastur.
Hans Kung dan banyak orang lainnya menyaksikan adanya aktivitas nir-moral (konflik dan perang) yang mengorbankan alam dan kemanusiaan. Hal yang paling tampak di permukaan adalah terjadinya penghancuran hutan dan krisis kemanusiaan.
Menurut Profesor Moncef, Hans Kung mengajukan solusi-solusi atas masalah krusial tersebut. Agama harus berkontribusi. Di samping itu, dialog peradaban dan perumusan etika global yang dapat disepakati oleh semua orang.
Tetapi, dari mana sumber etika yang akan dirumuskan? Pertama adalah etika yang berasal dari agama-agama dan yang kedua, dari kebudayaan kemanusiaan yang unggul.
Dasar-dasar yang terpenting dari etika global adalah, kemerdekaan, saling menghormati, kejujuran dan integritas yang sempurna. Sementara tantangan atas itu semua adalah berkaitan dengan wacana kebenaran. Misalnya, hal itu berwujud persepsi mengenai iman dan agama di tengah konteks pluralitas. Sementara tantangan lainnya adalah pertentangan antara etika kemanusiaan dengan etika keagamaan.[HB]