Dua Dosen FAI UMM ini Pendiri IMM Cabang Australia dan Malaysia.

Minggu, 13 Maret 2022 10:14 WIB

Tepat hari ini, Senin 14 Maret 2022 merupakan hari kelahiran atau Milad IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) ke 58. Tema yang diusung dalam milad tahun ini adalah Membumikan Gerakan, Menguatkan Kemandirian.

Menguatkan kemandirian merupakan wujud dari tri kompetensi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Jadilah intelektual yang inovatif dan adaptif dengan pondasi kemandirian ekonomi sebagai jalan dakwah ikatan, persyarikatan, umat dan bangsa.

Melihat perkembangan IMM yang saat ini sudah merambah ke luar negeri dengan pendirian PCI (Pimpinan Cabang Istimewa), ternyata terdapat peran dari Dosen FAI UMM. Sebut saja bapak Hasnan Bachtiar yang merupakan Dosen Prodi Hukum Keluarga Islam FAI UMM, yang ikut andil mendirikan sekaligus menjadi Ketua Umum Pertama IMM Cabang Australia.

Selain bapak Hasnan juga terdapat bapak Fachrudin Mukhlis Dosen Prodi Pendidikan Agama Islam FAI UMM juga turut mendirikan serta menjabat sebagai Ketua Bidang Kader IMM Cabang Malaysia, selama studi di Malaysia. Bagaimana kisah mereka mendirikan IMM di luar negeri berikut kisahnya.

IMM Cabang Australia.

Ahad malam, 18 Februari 2018, di kediaman Atase Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk Australia (Bapak Imran Hanafi), Dr Haedar Nashir, selaku Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah melantik berdirinya Pimpinan Cabang Istimewa (PCI) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Australia.

Dalam kesempatan tersebut, Dr Haedar menekankan pentingnya persaudaraan kemanusiaan yang genuine, yang dirajut dengan kekuatan konsolidasi dan kooperasi yang solid. Baginya, visi persaudaraan ini harus termanifestasi dalam pelbagai bidang kehidupan, khususnya kehidupan sosial politik yang saat ini rawan melahirkan polarisasi, fragmentasi dan konflik. Karena itu, dengan visi persaudaraan ini, diharapkan akan menghasilkan kompetisi kebajikan (fastabiq al-khairat), yang menurutnya, adalah sarana untuk membangun peradaban kemanusiaan yang unggul.

Tidak dapat dipungkiri memang, di masa-masa liberalisasi politik saat ini, seluruh kelompok yang ada sedang berusaha menjadi pemenang. Itu berlaku bukan hanya berkisar pada kelompok kanan dan kiri yang ekstrem, tetapi juga kelompok tengahan yang juga tampak mengalami proses kebekuan dan kebuntuan berpikir.

Mereka yang berjuang dengan bendera Islam, yang membawa seragam nasionalisme sekular dan yang mengaku moderat, semuanya mengatasnamakan “demi bangsa Indonesia dan demi kemanusiaan”. Alih-alih melakukan konsolidasi, mereka malah saling menggergaji. Momen-momen penting ini terjadi secara krusial pada Pilkada DKI Jakarta dan diprekdisikan akan semakin sengit pada Pilkada selanjutnya dan Pilpres 2019 mendatang.

Lantas di mana Islam yang berkemajuan? Pertanyaan ini diajukan kepada seluruh anggota PCI IMM Australia dan para hadirin dari pelbagai elemen organisasi keislaman di Canberra, khususnya Australia Indonesia Muslim Foundation-ACT (AIMFACT).

Memang untuk menjawab hal ini, tidaklah mudah. Hanya saja, selama kita berpijak kepada prinsip-prinsip etis di dalam Islam, seperti mengutamakan perdamaian, persaudaraan, kemanusiaan dan keadilan, maka akan mampu menyusun rencana-rencana pembangunan umat jangka panjang. Kerja politik yang ada, tidak boleh sekedar dimaknai sebagai pertarungan perebutan kekuasaan semata-mata, tetapi harus saling bekerjasama untuk pembangunan peradaban.

Persoalan-persoalan pelik yang ditemui di lapangan adalah, tidak adanya satu suara di antara mereka yang mengaku berjuang demi bangsa. Bahkan, di dalam kelompok Islam sendiri, mereka terpecah belah dengan segala kepentingan politik kekuasaan masing-masing individu dan kelompok. Misalnya saja, barangkali Nahdlatul ‘Ulama dan Muhammadiyah, dalam persoalan pemikiran dan praktik keagamaan sudah tidak lagi mempersoalkan perbedaan. Akan tetapi tatkala membicarakan perihal politik kekuasaan, mereka bisa sangat berbeda.

Islam yang berkemajuan semestinya mampu menyelesaikan hal-hal yang sangat penting ini. Bukan politik praktis-pragmatis dan barangkali oportunis jangka pendek yang mesti dikedepankan, tetapi politik jangka panjang yang mengindahkan segala falsafah kebangsaan dan keindonesiaan, demi membangun keutuhan umat, keadilan di muka bumi, kesejahteraan sosial, mengikis segala tindak dehumanisasi, mengentaskan kemiskinan dan lain sebagainya.

Muhammadiyah sendiri pernah mengajukan konsep pemikiran Islam dan kebangsaan yang genuine dan sangat penting, yakni Dar al-Ahdi wa al-Syahadah. Maknanya, Indonesia harus dipandang sebagai Negara Pancasila yang disepakati melalui sebuah konsensus kebangsaan dan disaksikan sebagai negara yang Baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghofur. Karena itu Dar al-Ahdi wa al-Syahadah ini bersifat partisipatoris, proaktif dan progresif.

Kaum Muslim bukan sekedar harus yakin bahwa kita mampu membangun peradaban kemanusiaan yang unggul, tetapi juga kerja-kerja mulia pembangunan peradaban perlu dipelopori, dilangsungkan dan disempurnakan, dan bahkan perlu sekali untuk menjaga dan memastikan agar supaya hal ini bersifat berkelanjutan.

Dalam kesempatan tersebut, Dr Haedar melantik Hasnan Bachtiar (Master of Islam in the Modern World, Australian National University/ANU) sebagai Ketua Umum, Syasa Yuania Fadila Masudi (Master of Strategic Studies, ANU) sebagai Sekretaris, Rahmat Ibrahim (Master of Diplomacy, ANU), Ahmad Amin Sulaiman (Master of Cognitive Psychology and Educational Practive, Flinders University), Ahmad Rizky Mardhatillah Umar (PhD in International Relations, University of Queensland), Januari Pratama Nurrati Trisnainingtias (Master of Middle Eastern and Central Asian Studies, ANU), Qurrah A’yun (Bachelor of Psychology), Andarta Khoir (Master of Artificial Intelligence, ANU), Ilyas Taufiqurrohman (Master of Energy Change), Sonya (Bachelor of Psychology) dan Ave Suakanila Fauzisar (Master of Environment, ANU), M. Naufal (Bachelor of International Relations), dan Al Mahdi (University of Queensland) sebagai ketua di pelbagai bidang yang ada.

Setelah melantik, Dr Haedar, Bapak Imran Hanafi, Dr Kasiyarno (Rektor UAD yang kebetulan hadir) dan semuanya, mendoakan, merestui dan memberikan nasehat kepada PCI IMM Australia ini. PCI IMM Australia diharapkan mampu mendakwahkan Islam Berkemajuan di dunia global, sekaligus mempelopori kontribusi di pelbagai bidang ilmu pengetahuan mutakhir, khususnya yang belum menjadi trend di tanah air, seperti artificial intelligence, energy change dan lain sebagainya. (Hasnan Bachtiar).

IMM Cabang Malaysia.

Mengutip dari sumber suara Muhammadiyah keberadaan para mahasiswa Muhammadiyah di luar negeri ditangkap oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) sebagai potensi besar. IMM sebagai organisasi otonom Muhammadiyah hadir untuk mewadahi kiprah para kader di luar negeri yang tersebar di berbagai negara.

Berdirinya PCI IMM di luar negeri diyakini bisa mendinamisasikan gerakan dakwah pencerahan di ranah global. Dalam rangka menduniakan gerakan, IMM hadir di beberapa negara. Kali ini, kabar gembira menghampiri para mahasiswa yang sedang menuntut ilmu di negeri jiran, Malaysia.

Ketua DPP IMM Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan (RPK) Imam Mahdi dan Sekretaris Bidang Seni Budaya dan Olahraga (SBO) Ratu Lala Syaila mewakili DPP IMM melakukan kunjungan dan melantik PCI IMM Malaysia pada Sabtu (24/9) lalu.

Imam Mahdi menyatakan bahwa pelantikan IMM Malaysia diharapkan bisa memperkuat ekspansi gerakan amar ma’ruf nahi mungkar dalam ruang yang lebih luas. “Pendirian (PCI IMM Malaysia) secara kultural sebenarnya sudah ada semenjak tahun 2013, hanya saja belum memiliki Surat Keputusan dari DPP IMM sehingga arah gerakannya masih belum tertata dengan maksimal,” ujar Mahdi.

“Terlebih lagi, hampir semua anggota IMM kultural tersebut menjadi bagian dari Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah. Perlu digaris bawahi, proses pendirian ini juga disaksikan langsung oleh Ayahanda Zahrul Anam dari Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang mengarahkan dan memparkan tentang Muhammadiyah dan IMM,” tutur Mahdi terkait dengan kunjungan pelantikan ke IIUM Malaysia.

Keinginan untuk mendirikan PCI IMM Malaysia, ujar Mahdi, sebenarnya di mulai dari hasil diskusi seputar ke-IMM-an, terkait dengan pola gerakan IMM, sumbangsih IMM terhadap bangsa dan negara serta kajian-kajian yang dilakukan IMM selama ini. Diskusi ini efektif membuka wawasan para mahasiswa di Malaysia tentang IMM.

“Pada hakikatnya, mahasiswa IIUM tersebut merupakan orang-orang yang memiliki hubungan kultural dengan Muhammadiyah, namun belum mengenal Muhammadiyah dan IMM secara mendalam. Sehingga dibutuhkan elaborasi yang dalam terkait IMM itu sendiri,” ujar Mahdi.

Ratu Lala Syaila sebagai narasumber dalam diskusi terbatas tentang IMM ikut mendukung pernyataan Mahdi. Jika Imam Mahdi memparkan tentang akar sejarah, Ideologi dan dinamika IMM, sesi Ratu Syaila digunakan untuk menguraikan tentang urgensi kiprah IMM dalam ranah Internasional. Ratu Lala menyampaikan rasa bangga dengan hadirnya IMM di Malaysia.

Saat berlangsungnya diskusi tentang ke-IMM-an, Lala menangkap sinyal dan sikap antusias dari para mahasiswa Malaysia untuk bergabung dengan IMM. Mereka sangat tertarik untuk memperkuat eksistensi dan berjuang melalui gerakan dakwah IMM di Malaysia.

“Dikusi panjang ini dimulai dari pukul 09.00 dan baru selesai pukul 13.00. Hal ini tidak terlepas dari keinginan dan antusias yang mendalam dari peserta yang hadir. Terlebih lagi, mereka merupakan mahasiswa pasca sarjana dengan segudang ilmu pengetahuan yang mereka konfirmasi kebenarannya kepada DPP IMM,” cerita Ratu Lala tentang diskusi di IIUM itu.

Baru setelah prosesi diskusi berakhir, para mahasiswa merasa mantap untuk mendirikan Pimpinan Cabang Istimewa IMM Malaysia. “Setelah itu, mahasiswa IIUM diberikan waktu untuk bermusyawarah menentukan posisi masing-masing dalam struktur kepemimpinan,” ujar Ratu Lala

Tepat pada Sabtu (24/9), pukul 14.00 di IIUM, dilantiklah PC Istimewa IMM, yang mempunyai SK dan dilantik oleh DPP IMM secara langsung. Dari hasil musyawarah, ditetapkan Rizki Amrillah sebagai ketua umum PCI IMM Malaysia, didampingi oleh Ain Nur Windasari sebagai sekeretaris umum. Adapun posisi ketua bidang Organisasi dan Luar Negeri dijabat oleh Selly Isnaini. Sementara Fakhruddin Mukhlis dipercayakan sebagai ketua bidang Kader dan Nisaul Mujahidah sebagai ketua bidang Keilmuan dan Tabligh

Shared: