KAJIAN RUTIN "HALAQAH ILMIAH SABTU PAGI (HISP)" FAI UMM: Muhammadiyah yang Saya Kenal (Part 3)

Sabtu, 17 Desember 2022 08:07 WIB

SABTU, 17 Desember 2022. Gelaran Halaqah Ilmiah Sabtu Pagi (HISP) FAI-UMM kali ini mengambil tema “Muhammadiyah yang Saya Kenal (Seri 3)”. Bertindak sebagai pemateri Ibu Idaul Hasanah, M.H.I dan Bapak Fitrian Aprilianto, M.E, serta didampingi oleh Ibu Muslikhati, M.E. sebagai moderator.

Bertempat di GKB III Lt. 5 Ruang 502 UMM, Ibu Idaul selaku pemateri pertama mengawali paparan dengan mengulas background keluarganya. Sang Ayah yang berlatar dunia pendidikan dan kental dengan didikan pondok pesantren, telah memberikan kontribusi nyata terhadap perkembangan Muhammadiyah di Magelang. Sedangkan Sang Ibunda merupakan seorang wanita yang sejak kecil telah akrab dengan dunia pertanian.

Dalam konteks perkenalannya dengan Muhammadiyah, Kabag. Pengembangan AIK & MKDU tersebut mengisyaratkan pendidikan formal, nonformal, maupun informal yang telah dilalui selama perjalanan hidupnya. Pendidikan formal ditempuhnya di perguruan Muhammadiyah sejak bangku TK hingga perguruan tinggi. Selanjutnya, pendidikan nonformal ditempuh melalui Madrasah Diniyah (Madin) di masjid Muhammadiyah, pondok Ramadhan di Madrasah Mu'allimat Muhammadiyah di Jogja, hingga menjadi Pengurus IPM & Diksuswati Nasyiatul Aisyiyah. Terakhir, pemateri mengungkap pendidikan informal yang telah lekat dalam pergumulan hidupnya melalui aktifitas ber-Muhammadiyah dari figur kedua orangtuanya.  

Lanjutnya, Ibu Idaul menyampaikan tiga kata kunci dalam mendeskripsikan refleksinya terhadap Muhammadiyah. "Muhammadiyah itu mengajak berpikir progresif, mendorong untuk terus bergerak, dan mendorong untuk tawasuth", ungkapnya.

 

Berikutnya, materi ke dua disampaikan oleh Bapak Rian yang secara gamblang menarasikan proses perjalanan hidupnya dalam ber-Muhammadiyah melalui istilah yang disebutnya dengan "perjalanan spiritual" dalam tiga fase.

Dosen Prodi Ekos tersebut mengulas fase pertama dalam interaksinya ber-Muhammadiyah melalui pemahamannya terhadap Muhammadiyah sebagai sebuah ritual dalam beragama semata. Tidak ada yasinan, istighosah, dan tidak membaca qunut saat shalat Subuh merupakan beberapa contoh yang dipaparkannya.

Fase kedua dilalui oleh Bapak Rian saat momen resign beliau dari semula pegawai bank menjadi seorang dosen. Proses hijrah tersebut mengantarkannya dengan seluk-beluk organisasi Muhammadiyah, dilanjutkan dengan pergulatannya dengan berbagai kajian di masjid-masjid Muhammadiyah, hingga bermuara pada terbukanya pola pikir ber-Muhammadiyah di benak dan pemikiran Bapak Rian.

Melalui titik balik inilah, fase ketiga dilalui Bapak Rian dengan secara nyata beraktualisasi dalam kehidupan Islami warga Muhammadiyah. "Saya memiliki harapan dan cita-cita besar untuk senantiasa menghadirkan Muhammadiyah dalam setiap lingkup kehidupan saya, baik kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat". (DM) 

Shared: